Satu satu bintang
di langit, sinarnya terang, menyilaukan hatiku. Suara di kejauhan terdengar
mendayu merdu, membangunkan anganku padamu. Rupa rupa wajah manusia berbayang
di sekitar, pikirku, tapi hanya wajahmu yang terlihat jelas di mataku. Matamu
yang bulat besar, senyummu yang terasa mengaduk aduk jiwa, terasa dekat lekat.
Hari dimana kita bertemu saat matahari bersinar lebih terang dari sebelumnya,
angin yang bertiup lebih lembut dari gulungan permen kapas di pasar malam, dan
suara sesauhan burung burung kutilang di atas sana terdengar lebih merdu dari
nyanyian para bintang memadukan langkahku dengan langkah mu. Bertemu pandang,
saling tersenyum, dan sesekali membenahi anak anak rambut yang jatuh karena
gugup. Hari itu hatiku berdebar lebih kencang dari yang kutahu, seperti parade
para bintang. Apakah hatimu juga? Begitu tanyaku.
Aku, Bintang dan
kau Matahari. Begitu kita saling berpanggilan. Adakalanya kita duduk berdua di
kursi taman dekat rumah, hanya duduk dan memandangi lalu lalang manusia manusia
yang berjalan sambil sesekali mengulum senyum, menikmati emosi yang muncul saat
itu. Adakalanya kita berjalan pelan bergandengan tangan di sepanjang sungai
yang airnya sejernih kristal, mendekat, menemani ikan ikan berwarna warni
seperti pelangi, saling bercerita tentang impian di masa lalu. Adakalanya kita berlari
ketika awan mulai menitikkan air matanya, sang pemarah yang berkilat menyambar
nyambar ke permadani hijau si ibu bumi, mengejar kita yang ketakutan dan
berlari sambil bergandengan. Adakalanya kita hanya saling menatap sepasang mata
yang ada di hadapan, membiarkan waktu berlalu begitu saja, kita mengelana dalam
dalamnya pikiran, berbicara panjang lebar tak terhingga.
Itulah saat kita
bersama. Aku, Bintang dan kau Matahari. Kita saling menerangi satu sama lain.
Melengkapi. Kitalah sang raja waktu. Tiada yang bisa mengalahkannya. Kita
bertemu, bercerita, bertualang, terkadang saling menjauh, tapi kemudian
bergenggaman erat. Kita bersama menciptakan dunia impian, yang naik turun
menjadi gunung dan dataran, menganak sungai ke samudera lepas, membentuk lembah
lembah dan oase, hutan hutan dan gurun gurun pasir, dunia kita. Indah, penuh,
dan menakutkan disisi lain. Inilah dunia Bintang dan Matahari.
Sepenuh hati ku,
Bintang dan kau Matahari. Meski jarak sejuta cahaya memisahkan kita, dunia itu
hidup dan dipenuhi kehidupan. Aku, Bintang dan kau Matahari. Begitu kita saling
berpanggilan. Hari ini, aku mengingatmu. Merindukanmu dalam dunia para bintang,
mencari sosokmu yang hilang ditelan rembulan malam ini. Berharap kau segera
hadir menemani Bintang, menyilaukannya lagi, membuatnya hidup. Kau Matahari,
yang menghidupkan Bintang. Akankah kita bertemu kembali? Tanya Bintang dan
menutup kedua matanya, lelah dalam harap.
Jogja, 06052014
0 komentar:
Posting Komentar