Minggu, 20 Juli 2014

Kehidupan

Diary Unknown di Minggu, Juli 20, 2014 0 komentar
Rasaku padamu seperti semilir angin di terik siang ini
Menyejukkan tapi juga menyesakkan paru paru ku yang besarnya tak seberapa

Rasaku padamu seperti air yang kuminum setiap haus melanda kerongkongan
Menyegarkan tapi juga mengaburkan bintil bintil kecil lidahku

Rasaku padamu seperti udara yang berada di sekitarku
Tak pernah habis meski kadang aku menghirupnya dengan rakus

Rasaku padamu seperti rambut-rambut lembut yang tumbuh di seluruh tubuhku
Sesekali tercabut mati tapi tak pernah berhenti bertumbuh

Rasaku padamu
Bukan hanya serangkaian kata kata tanpa makna 

Karena dia hidup dan terus tumbuh 
Merayapi aliran nadiku, membuatku merinding 
Menggeliat dalan segumpal darah yang bernama hati 
Memenuhinya dan melesakkan sejuta kata bernama rindu

Meski kita tak sedang bersama dan bertukar kata
Rasaku padamu
Seperti bumi ini
Hanya berhenti saat waktuNya menjemput

An Invisible

Diary Unknown di Minggu, Juli 20, 2014 0 komentar
Like an invisible
I can't breathe easily
I can't feel the wind what coming from the farest place or see the light 
You make me an invisible

STUPID!!

I said it a hundred times to myself
How I miss you, desperate to see you
But I can't, even I try

Sabtu, 24 Mei 2014

Elegi Cintaku

Diary Unknown di Sabtu, Mei 24, 2014 0 komentar
      
        Satu hal yang tak bisa dan tak akan pernah aku lupakan dalam hidup ini, di tahun yang sama saat aku harus kehilangan sosok yang hangat yang membuat hari hariku riuh rendah, aku bertemu denganmu. Randy restianda. Pribadimu yang manis, hangat, dan baik membuatku jatuh cinta. Untuk pertama kalinya dalam hidupku. Jujur saja aku paling takut dengan rasa ini, membuatku tak bisa mengontrolnya, mendiktenya, atau melenyapkannya. Aku takut rasa ini, membuatku kehilangan akal dan selalu bergantung padamu. Karena itu aku selalu menghindarinya, menyembunyikannya, mengabaikannya hingga hilang dimakan waktu. 

         Aku selalu kehilangan akal karenamu. Marahku menjadi tangisku, sedihku menjadi tawaku, dan kebahagianmu segalanya untukku. Mamah mu, adalah segalanya untuk mu, duniamu, hidupmu, nyawamu. Aku tahu itu. Beliau berhak sepenuhnya atas dirimu saat ini. Tanpanya tentulah tiada dirimu, begitu pikirku. Bahkan disaat aku tahu mamah mu telah memberikanmu kesempatan untuk memilih gadis lain selain aku, yang lebih cantik, lebih baik, lebih kaya, lebih pintar, mapan, itu adalah haknya. Sepenuhnya. Aku tahu, kau begitu peduli padaku, menyayangiku, Tapi, bagiku kebahagiaan mamah mu juga kebahagianku. Segalanya. Restunya adalah restu ibuku, marahnya adalah marah ibuku, sedihnya adalah sedih ibuku. Beliau, meski aku belum mengenalnya adalah ibu yang harus kucintai dan kuhormati sama seperti ibuku.  

       Kamu, sibirung tulang yang selalu mengisi doa doa malamku, tahukah kamu?? Aku begitu mencintaimu. Mengharapkan kesuksesan mu lebih dari apapun. Namun, dibalik itu semua, aku masih ragu, tergugu dalam malam malam sendiriku, bertanya, apakah tawaku dan tawamu saat ini juga menjadi tawa si jantung hati? Mamah mu?? Karena aku tak bisa tetap bersanding dengamu, saat ini ataupun nanti tanpa restunya, kebahagiannya. 

          Kamu, manusia yang selalu membuatku renta dan rapuh. Saat saat ini, meski aku sangat marah padamu, aku tetap berdoa yang terbaik untukmu. Aku tahu aku salah, aku tahu aku egois, aku tahu aku begitu kekanakan, tapi bukankah semua orang jatuh cinta melakukannya? Menjadi begitu pemarah, egois, kekanakan ketika separuh nyawanya hendak dimiliki orang lain? Mataku mata seorang wanita, lebih tajam dari mata makhluk lainnya. Menelisik ke dalam hati tanpa batas, diam diam. Mataku mata seorang wanita yang jatuh hati, yang menjadi tajam karena diasah oleh sebungkus rindu dan segenggam hati, dalam perang batin di setiap hariku. Kamu, maafkan aku yang telah jatuh hati padamu, sepenuhnya. 

Jogja, 25052014

Dunia

Diary Unknown di Sabtu, Mei 24, 2014 0 komentar


Satu satu bintang di langit, sinarnya terang, menyilaukan hatiku. Suara di kejauhan terdengar mendayu merdu, membangunkan anganku padamu. Rupa rupa wajah manusia berbayang di sekitar, pikirku, tapi hanya wajahmu yang terlihat jelas di mataku. Matamu yang bulat besar, senyummu yang terasa mengaduk aduk jiwa, terasa dekat lekat. Hari dimana kita bertemu saat matahari bersinar lebih terang dari sebelumnya, angin yang bertiup lebih lembut dari gulungan permen kapas di pasar malam, dan suara sesauhan burung burung kutilang di atas sana terdengar lebih merdu dari nyanyian para bintang memadukan langkahku dengan langkah mu. Bertemu pandang, saling tersenyum, dan sesekali membenahi anak anak rambut yang jatuh karena gugup. Hari itu hatiku berdebar lebih kencang dari yang kutahu, seperti parade para bintang. Apakah hatimu juga? Begitu tanyaku.
Aku, Bintang dan kau Matahari. Begitu kita saling berpanggilan. Adakalanya kita duduk berdua di kursi taman dekat rumah, hanya duduk dan memandangi lalu lalang manusia manusia yang berjalan sambil sesekali mengulum senyum, menikmati emosi yang muncul saat itu. Adakalanya kita berjalan pelan bergandengan tangan di sepanjang sungai yang airnya sejernih kristal, mendekat, menemani ikan ikan berwarna warni seperti pelangi, saling bercerita tentang impian di masa lalu. Adakalanya kita berlari ketika awan mulai menitikkan air matanya, sang pemarah yang berkilat menyambar nyambar ke permadani hijau si ibu bumi, mengejar kita yang ketakutan dan berlari sambil bergandengan. Adakalanya kita hanya saling menatap sepasang mata yang ada di hadapan, membiarkan waktu berlalu begitu saja, kita mengelana dalam dalamnya pikiran, berbicara panjang lebar tak terhingga.
Itulah saat kita bersama. Aku, Bintang dan kau Matahari. Kita saling menerangi satu sama lain. Melengkapi. Kitalah sang raja waktu. Tiada yang bisa mengalahkannya. Kita bertemu, bercerita, bertualang, terkadang saling menjauh, tapi kemudian bergenggaman erat. Kita bersama menciptakan dunia impian, yang naik turun menjadi gunung dan dataran, menganak sungai ke samudera lepas, membentuk lembah lembah dan oase, hutan hutan dan gurun gurun pasir, dunia kita. Indah, penuh, dan menakutkan disisi lain. Inilah dunia Bintang dan Matahari.
Sepenuh hati ku, Bintang dan kau Matahari. Meski jarak sejuta cahaya memisahkan kita, dunia itu hidup dan dipenuhi kehidupan. Aku, Bintang dan kau Matahari. Begitu kita saling berpanggilan. Hari ini, aku mengingatmu. Merindukanmu dalam dunia para bintang, mencari sosokmu yang hilang ditelan rembulan malam ini. Berharap kau segera hadir menemani Bintang, menyilaukannya lagi, membuatnya hidup. Kau Matahari, yang menghidupkan Bintang. Akankah kita bertemu kembali? Tanya Bintang dan menutup kedua matanya, lelah dalam harap.

Jogja, 06052014

Masa Lalu

Diary Unknown di Sabtu, Mei 24, 2014 0 komentar
 
 Ketika tawa canda masih menjadi Satu
Ketika itu semuanya begitu nyata
Hingga aku memilihnya, dan kau pun pergi
Pergi jauh dariku, menyendiri dalam luka yang tak kutahui
Menghindariku siang dan malam, berharap rasa itu musnah tak bersisa

Dan Aku disini, sendiri, merenung, memikirkanmu
Berharap masa masa itu akan datang kembali, mengisi hari hariku
Senyumanmu, candamu, celoteh manjamu,
Namun, aku tak mampu

Kau tahu aku tak mampu,
Pergi dari sisinya, dan kembali pada masa itu
Meskipun rasa itu masih ada, menggelayut, membayangiku
Aku masih tak mampu,

Doaku, yang menyertai siang malamku
Kupanjatkan hanya untuk bertemu denganmu
Sekali, cukup sekali.. wahai masa lalu..

 original date: 13052014
 

DIARY KECIL Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea